BIMBANG KEPASTIAN
BIMBANG KEPASTIAN
Hari semakin berlalu, Arwan selalu memberiku kabar, bahkan selalu menelefon ataupun video call saat pulang sekolah.
Aku selalu menunggu jam terakhir untuk menerima telfon atau vidcallnya, aku biasanya menunggu di masjid sekolah ataupun depan sekolah sebelah kanan yang dekat dengan lapangan sebelah. Disitu aku biasanya berdiri saat menerima telfon darinya. Selalu ada saja yang ia bicarakan.
“gimana ptsnya?”
“pts? Gampang?”
“gada yang sulit?”
“gak sulit, gak takut. Aku takutnya kehilangan kamu” terdengar suara tawa dari sana.
Aku kaget dengan jawabannya, ia selalu bisa membuatku malu-malu sendiri, bahkan seperti orang tidak waras karena senyum-senyum sendiri. Aku pura-pura tidak mendengarnya, sungguh saat itu aku ingin mendengarnya lagi.
“apa-apa wan? Gak denger!” sedikit mengeraskan suara
“yah, gimana seh, cantik-cantik budek,” terdengar suara tawa lebih keras.
“apa sih wan? Gak dengerrrr!” menekan kata denger.
“besok lagi, aku udah dijemput”
“yaudah, assalamualaikum”
“waalaikumsallam”
Aku menikmati waktu-waktu bersama Arwan, dia cowok yang lucu. Aku sampai gemas dengannya, dan sejak saat itu aku mengenal kata rindu.
Ditempat itu, tempat yang menjadi tempat favorite ku saat berbicara dengan Arwan. Aku bisa menyandarkan punggung pada pohon dengan sebelah kananku tanah hijau yang luas, lalu satu yang selalu kupandang saat berbicara dengan Arwan lewat telefon, ada rumah tingkat yang diatas atapnya terdapat lafadz Allah dalam arab, aku selalu memandangnya sambil berdoa supaya orang yang sedang berbicara denganku itu tak hilang.
Sampai kinipun tempat itu masih menjadi favorite ku untuk menunggu ayah menjemput. Aku juga masih memandang lafadz Allah, walau suasana kini sudah jauh berbeda. Aku masih menjadi orang yang sama.
“dill, nggak pulang?” langkahnya tegak,
Aku diam sejenak menatapnya parau, “kalau aku disini berarti ya aku belum pulang lah” membalas malas, mengalihkan pandangan.
Sesaat terasa tangan yang memegang pundakku, aku tetap menatapnya parau, dan berlalu menjauh darinya. Melihatnya membuat hatiku mencelos, seakan semua sakit berkumpul. Aku benci dia, benci bahwa aku mengingat aku pernah sedekat nadi dengannya.
Sesampainya di rumah, aku menghempaskan tas kesembarang tempat. Menutup kamar dan aku benar-benar lemas. Untuk apa perhatiannya? Setelah pergi dengan tiba-tiba, ia menghampiriku. Apa yang ia mau, hatiku sudah patah untuknya.
Kulihat whatsapp tak ada notif dari Arwan, namun ada notif dari nomor tidak dikenal.
-via whatsapp 0835XXXXXX-
0835XXXXX : ini dilla kan?
Adilla : siapa
0835XXXXX : aku Jose mu dilla, Jose mu telah kembali untukmu
Adilla : gak kenal
0835XXXXX : kenapa tadi menjauh?:(
Adilla : chat yang penting-penting aja ya, aku sibuk.
...2 pesan belum dibaca...
Dia Jose, sahabat semasa kecilku, dulu aku selalu menggantungkan hidupku padanya, begitupun dia juga. Dia berbeda kepercayaan dengan ku, namun dulu kita sangat dekat, lebih dekat dari sekedar sahabat ataupun saudara. Hingga akhirnya ada sesuatu yang membuatnya pergi, jauh seperti hilang begitu saja dari bumi.
0835XXXXX : aku ingin bertemu
Adilla : sibuk
0835XXXXX : sebentar, jangan menghindar
Adilla : di depan pangsit pakjo, ingat sebentar.
0835XXXXX : sudah disini😆
Aku meraih jacket, karena malam itu terasa dingin, aku tak tahu dia seperti sudah bisa meramal saat dia bilang sudah di tempat.
Langkahku melambat, kakiku terasa lemas ketika melihatnya berdiri menungguku. Dia sedikit berubah, parasnya menjadi lebih tampan, dan tingginya naik. Badannya terlihat gagah. Apakah dia masih sama seperti dulu? Apakah perasaannya sudah hilang?
“setelah sangat lama, kita bertemu kembali,” dia terlihat bahagia, berbicara dengan intonasi tak jauh berbeda dari 9 tahun lalu. Aku tak bisa tersenyum sepertinya, mataku panas, aku merinding, merasakan setiap kata yang ia ucap.
“kamu tak senang bertemu denganku? Apa kamu masih mengira perasaanku belum bisa hilang? Aku rindu, aku berdoa pada tuhanku agar dipertemukan denganmu, perasaanku masih ada dil, tak bisa hilang, maafkan jika perasaan ini membuatmu tak senang,”
Aku semakin lemas mendengar kata-kata berdarah itu, seolah aku orang yang jahat padanya, aku tega padanya. Aku tak tahu, kenapa aku saat itu. aku tak mampu berkata, maafkan aku saat itu hanya diam.
“aku tahu kita masih sahabat dil, aku selalu yakin itu. jangan diam dil, sudah bertahun-tahun aku tak mendengar suaramu, aku ingin mendengar suara khas sahabatku, untuk menghapus rindu!” raut wajahnya terlihat bahagia, namun suaranya parau.
Dia tak berubah, ia masih sama seperti 9 tahun lalu, dia selalu ceria, namun hatinya penuh luka.
“sebentar” aku tak mampu berkata apapun, kata itu tiba-tiba saja keluar dari mulutku, entah kenapa aku saat itu, sungguh sebenarnya dia yang selalu kutunggu, namun hari itu. hari itu aku malah bersikap bodoh.
“maafkan aku, aku senang bisa melihatmu. Maaf jika aku mengganggumu, kita masih sahabat kan?” kali ini ia seperti kecewa. Maafkan aku Jose, aku tak bermaksud seperti itu, akupun sangat senang bertemu denganmu.
“maafkan kepergianku yang dulu, semoga kamu tahu apa yang sebenarnya terjadi,”
“iya, aku pulang dulu. Sampai bertemu lagi.” Aku merasa menjadi orang paling bodoh, aku masih ingin mendengar suara Jose, aku menyalahkan diriku sendiri. Aku sudah memaafkan Jose dari dulu, aku sudah maafkan itu. Seharusnya aku meminta maaf karena hari itu padamu Jose. Aku seperti tak menghargai keberadaanmu.
Moodku sangat tak baik malam itu, aku membuka whatsapp berharap muncul notif dari Arwan, harapanku tak sia-sia, ada notif dari Arwan. Namun saat itu aku benar-benar kacau. Mungkin Arwan merasa moodku sedang tidak baik saat itu. dia berusaha menghiburku, aku tak berbicara apa masalahku saat itu dengan Arwan.
Aku masih belum enak saja menceritakan masalahku itu, walau orangnya itu Arwan. Mungkin malam itu aku menjadi seorang yang menyebalkan, maaf jika aku melampiaskan kesedihanku padamu wan. Saat itu aku hanya berfikiran kaulah orang yang mampu membuat moodku kembali baik.
Bahkan sejak saat itu, seperti rasa percayaku memudar. Aku seperti merasa tak cukup dengan yang Arwan bilang. Waktu itu aku menanyakan suatu hal tentang perasaan.
-via whatsapp Arwan-
Adilla : kamu seneng gak sama aku?
Arwan : menurut kamu beberapa hari ini gimana?
Adiila : seneng aku nggak?
Arwan : kamu?
Adilla : aku sayang kamu
Arwan : aku lebih dari itu
Aku meragu, apa benar yang Arwan katakan saat itu. hari-hari berikutnya aku tetap menjadi orang yang menyebalkan, aku tak mau seperti itu, namun aku harus apa? Aku juga selalu seperti tidak mempercayai perasaan Arwan. Entah apa yang aku inginkan saat itu, aku ingin sebuah kepastian, aku sangat bimbang. Aku percaya padanya, namun terkadang aku menjadi sangat meragu.
Kedekatanku dengan Arwan sudah menyebar di sekolah, entah bagaimana mereka tahu tentang itu, aku tak peduli. Yang aku rasakan saat itu hanya rindu, rindu dan rindu. Setiap datang ke sekolah, aku selalu ingin segera bel pulang untuk mendengar suaranya ataupun melihat wajahnya.
Disetiap pagi pun, pertama kali yang terbayang hanya dia. Dan ingin cepat-cepat memastikan dia masih ada di bumi. Aku juga takut jika pagi tiba-tiba menghilangkan perasaannya untukku.
Terkadang di pagi hari, aku ataupun dia mengucapkan ucapan pagi.
-via whatsapp Arwan-
Arwan : pagi dilkenyotku😊
Adilla : pagi wanklutik 😊
Lalu setiap pagi aku selalu bergegas ke teras, hanya sekedar untuk melihatnya berangkat sekolah. Aku seperti mengacuhkan saat ia lewat depan rumahku, padahal saat itu jantungku selalu berdebar, aku merasakan keberadaannya. Aku ingin menyapanya, namun aku malu, karena ada ayahnya.
Pagiku selalu ceria jika aku bisa melihatnya, aku semangat berangkat ke sekolah, apalagi ia selalu menyemangatiku. hari-hariku pun terasa lebih berarti. Tak lupa dalam perjalanan aku bersenandung lagu-lagu cinta, jika senang aku memang selalu seperti itu, bersenandung dengan ria.
Ingat setiap malam berbalas pesan dengannya,
-via whatsapp Arwan-
Arwan : dil
Arwan : dilkenyotku
Adilla : ya wan
Arwan : lagi apa?
Adilla : banyak pr, gak disemangati nih?
Arwan : ohh selalu
Arwan : kamu sih muter-muter di fikiranku
...1 pesan belum dibaca...
Namun jangan tanya saat aku sedih, aku akan menyendiri, diam dan tidak makan. Aku akan menghabiskan waktu dengan tidur. Apalagi saat pms, aku menjadi sangat dangerous. Seperti semua orang salah, dan aku yang paling benar.
Dia juga ternyata pandai gombal, bahkan ia sendiri yang bilang padaku, bahwa ia pintar gombal. Katanya banyak yang baper sama gombalannya. Entah apapun kamu wan, sebelumnya aku sangat benci dengan cowok yang menggombal, karena bagiku mereka hanya menguntai kata yang sama untuk banyak cewek, tapi saat aku mengenalmu, aku tak lagi bisa berfikiran seperti itu.
Adilla : dasar tukang gombal
Arwan : aku sekarang gak gombal ke cewek lain, beneran
Adilla : masa._.
Arwan : aku gombalnya Cuma ke dilkenyotku
Hahaha, dia selalu bisa saja. Setiap berbalas pesan dengannya aku selalu tertawa, dia orangnya humoris. Pernah saat aku membaca gombalannya, kakak ku menegur karena aku yang tersenyum-senyum sendiri menatap layar handphone kemudian tertawa. Aku selalu merasa geli dengan gombalan-gombalan yang ia buat. Aku bukannya terbawa perasaan, malah tertawa cekikikan.
Ada-ada saja memang Arwan.
30 september 2017, pukul 20.54 WIB. Aku banyak berbalas pesan dengannya, sampai larut malam, saat itu katanya ia sedang di pos berdua dengan Fathur. Tempat pos itu tidak jauh dari rumahnya, bahkan disebelah rumahnya. Katanya malmingan sambil jaga kampung.
Dia sedang berdua dengan fathur, memainkan gitar miliknya katanya. Ia memintaku request lagu, aku tak tahu lagu apa yang ingin kuminta padanya, tapi ia terus memaksa. Aku membuatnya sebal, saat sebal ia lebih lucu. Dia memintaku untuk bernyanyi. Apalagi? Tenggorokanku saat itu sedang tak sehat.
Aku menolaknya, ia sebal. Hingga akhirnya ia mengirimkan pesan suara, saat kudengarkan ternyata itu alunan gitar. Aku semakin merasa nyaman, aku memang tipe orang yang sangat tentram jika mendengarkan melodi gitar.
Saat aku minta lagi, ternyata itu bukan genjrengan gitar dari Arwan, malah dari Fathur, dasar Arwan. Aku tertawa mengetahui kebenaran itu. katanya dia masih belum begitu menguasai gitar. Aku tunggu wan, aku ingin dengar genjrengan gitar dari dirimu sendiri.
Ia meminta aku bernyanyi, aku tetap enggan. Hingga membuatnya kehabisan akal dan akhirnya menelfonku. Kamu lucu wan, apalagi kalau lagi sebal. Aku mengalah dan bernyanyi lagu akad untuknya. Katanya suaraku bagus, kelihatan banget kalau bohong, padahal saat itu tenggorokanku sedang tak enak.
Lalu dia bilang dia mau nyanyi lagu untukku, ia beri judul surat cinta untuk Dilla. Kamu sangat manis wan, lucu. Aku mendengarkan dengan seksama saat ia bernyanyi dengan alunan gitar. Saat itu kita telfonan lama, hampir 1 jam, itu pun sudah pertengahan malam.
“gak tidur?” aku sedikit cemas,
“gak, malmingan”
“aku gak bisa bicara banyak, ada ibu, hehe”
Terdengar tawa dari sana, lalu ada samar-samar suara Arwan,“wah ada ibunya katanya, jadi gak bisa bicara banyak”
“wah, haduh gimana seh, haha” aku yakin itu suara Fathur.
“jangan gitu, gitu-gitu mertuaku” terdengar samar, bahkan seperti suara bisikan. Arwan kau benar-benar manis.
Aku tersenyum mendengar itu. perlakuannya benar-benar manis, apalagi saat itu ia memasang fotoku dan dia sebagai foto profilnya. Aku merasa jadi wanita yang beruntung bisa bersamanya.
Malam pergantian bulan bersama Arwan. Sudah pukul 00.00 WIB, tanggal 1 oktober 2017. Tak ada suara apapun, aku dan dia saling diam, kurasa dia sudah ada di rumahnya. Kufikir sambungan telfon sudah berakhir, ternyata masih tersambung. Apa Arwan menungguku berbicara? Atau dia sudah terlelap?
Adilla : dimana?
Arwan : di rumah
Dia mungkin lelah. Aku disuruh mematikan telfonnya lebih dulu. Satu yang selalu kuingat-ingat jika akan tidur. Saat ia mengatakan “ayo tidur bareng...” hening, “maksudku waktunya bersamaan, kamu tidur di kamarmu, aku tidur di kamarku, tapi waktunya bersamaan”
“ooh, oke”
“yaudah sweet dream nyot”
-via whatsapp Arwan-
Adilla : wan
Arwan : arwannya sudah tidur
Adilla :loh ini siapa?
Arwan : ayahnya
Adilla : oh iya om
Arwan : haha ya nggak lah :v ada-ada aja
Adilla :hmmm
Arwan : yaudah tidur nyot
...1 pesan belum dibaca...
Aku terkejut saat Arwan menjawab “ayahnya”, dasar Arwan, aku gak bisa bayangin jika yang membalas chat iku itu beneran ayah Arwan. Tapi dia sudah sukses membuatku merasa gemetar lalu tertawa.
Percayalah wan, setiap kali aku akan tidur, aku selalu mengucapkan selamat malam untukmu, apa kau pernah merasakannya? Bahkan itu sudah jadi kebiasaanku sampai sekarang, aku masih mengucapkan itu, walau kau mungkin tak akan peduli.
Hari semakin berlalu, Arwan selalu memberiku kabar, bahkan selalu menelefon ataupun video call saat pulang sekolah.
Aku selalu menunggu jam terakhir untuk menerima telfon atau vidcallnya, aku biasanya menunggu di masjid sekolah ataupun depan sekolah sebelah kanan yang dekat dengan lapangan sebelah. Disitu aku biasanya berdiri saat menerima telfon darinya. Selalu ada saja yang ia bicarakan.
“gimana ptsnya?”
“pts? Gampang?”
“gada yang sulit?”
“gak sulit, gak takut. Aku takutnya kehilangan kamu” terdengar suara tawa dari sana.
Aku kaget dengan jawabannya, ia selalu bisa membuatku malu-malu sendiri, bahkan seperti orang tidak waras karena senyum-senyum sendiri. Aku pura-pura tidak mendengarnya, sungguh saat itu aku ingin mendengarnya lagi.
“apa-apa wan? Gak denger!” sedikit mengeraskan suara
“yah, gimana seh, cantik-cantik budek,” terdengar suara tawa lebih keras.
“apa sih wan? Gak dengerrrr!” menekan kata denger.
“besok lagi, aku udah dijemput”
“yaudah, assalamualaikum”
“waalaikumsallam”
Aku menikmati waktu-waktu bersama Arwan, dia cowok yang lucu. Aku sampai gemas dengannya, dan sejak saat itu aku mengenal kata rindu.
Ditempat itu, tempat yang menjadi tempat favorite ku saat berbicara dengan Arwan. Aku bisa menyandarkan punggung pada pohon dengan sebelah kananku tanah hijau yang luas, lalu satu yang selalu kupandang saat berbicara dengan Arwan lewat telefon, ada rumah tingkat yang diatas atapnya terdapat lafadz Allah dalam arab, aku selalu memandangnya sambil berdoa supaya orang yang sedang berbicara denganku itu tak hilang.
Sampai kinipun tempat itu masih menjadi favorite ku untuk menunggu ayah menjemput. Aku juga masih memandang lafadz Allah, walau suasana kini sudah jauh berbeda. Aku masih menjadi orang yang sama.
“dill, nggak pulang?” langkahnya tegak,
Aku diam sejenak menatapnya parau, “kalau aku disini berarti ya aku belum pulang lah” membalas malas, mengalihkan pandangan.
Sesaat terasa tangan yang memegang pundakku, aku tetap menatapnya parau, dan berlalu menjauh darinya. Melihatnya membuat hatiku mencelos, seakan semua sakit berkumpul. Aku benci dia, benci bahwa aku mengingat aku pernah sedekat nadi dengannya.
Sesampainya di rumah, aku menghempaskan tas kesembarang tempat. Menutup kamar dan aku benar-benar lemas. Untuk apa perhatiannya? Setelah pergi dengan tiba-tiba, ia menghampiriku. Apa yang ia mau, hatiku sudah patah untuknya.
Kulihat whatsapp tak ada notif dari Arwan, namun ada notif dari nomor tidak dikenal.
-via whatsapp 0835XXXXXX-
0835XXXXX : ini dilla kan?
Adilla : siapa
0835XXXXX : aku Jose mu dilla, Jose mu telah kembali untukmu
Adilla : gak kenal
0835XXXXX : kenapa tadi menjauh?:(
Adilla : chat yang penting-penting aja ya, aku sibuk.
...2 pesan belum dibaca...
Dia Jose, sahabat semasa kecilku, dulu aku selalu menggantungkan hidupku padanya, begitupun dia juga. Dia berbeda kepercayaan dengan ku, namun dulu kita sangat dekat, lebih dekat dari sekedar sahabat ataupun saudara. Hingga akhirnya ada sesuatu yang membuatnya pergi, jauh seperti hilang begitu saja dari bumi.
0835XXXXX : aku ingin bertemu
Adilla : sibuk
0835XXXXX : sebentar, jangan menghindar
Adilla : di depan pangsit pakjo, ingat sebentar.
0835XXXXX : sudah disini😆
Aku meraih jacket, karena malam itu terasa dingin, aku tak tahu dia seperti sudah bisa meramal saat dia bilang sudah di tempat.
Langkahku melambat, kakiku terasa lemas ketika melihatnya berdiri menungguku. Dia sedikit berubah, parasnya menjadi lebih tampan, dan tingginya naik. Badannya terlihat gagah. Apakah dia masih sama seperti dulu? Apakah perasaannya sudah hilang?
“setelah sangat lama, kita bertemu kembali,” dia terlihat bahagia, berbicara dengan intonasi tak jauh berbeda dari 9 tahun lalu. Aku tak bisa tersenyum sepertinya, mataku panas, aku merinding, merasakan setiap kata yang ia ucap.
“kamu tak senang bertemu denganku? Apa kamu masih mengira perasaanku belum bisa hilang? Aku rindu, aku berdoa pada tuhanku agar dipertemukan denganmu, perasaanku masih ada dil, tak bisa hilang, maafkan jika perasaan ini membuatmu tak senang,”
Aku semakin lemas mendengar kata-kata berdarah itu, seolah aku orang yang jahat padanya, aku tega padanya. Aku tak tahu, kenapa aku saat itu. aku tak mampu berkata, maafkan aku saat itu hanya diam.
“aku tahu kita masih sahabat dil, aku selalu yakin itu. jangan diam dil, sudah bertahun-tahun aku tak mendengar suaramu, aku ingin mendengar suara khas sahabatku, untuk menghapus rindu!” raut wajahnya terlihat bahagia, namun suaranya parau.
Dia tak berubah, ia masih sama seperti 9 tahun lalu, dia selalu ceria, namun hatinya penuh luka.
“sebentar” aku tak mampu berkata apapun, kata itu tiba-tiba saja keluar dari mulutku, entah kenapa aku saat itu, sungguh sebenarnya dia yang selalu kutunggu, namun hari itu. hari itu aku malah bersikap bodoh.
“maafkan aku, aku senang bisa melihatmu. Maaf jika aku mengganggumu, kita masih sahabat kan?” kali ini ia seperti kecewa. Maafkan aku Jose, aku tak bermaksud seperti itu, akupun sangat senang bertemu denganmu.
“maafkan kepergianku yang dulu, semoga kamu tahu apa yang sebenarnya terjadi,”
“iya, aku pulang dulu. Sampai bertemu lagi.” Aku merasa menjadi orang paling bodoh, aku masih ingin mendengar suara Jose, aku menyalahkan diriku sendiri. Aku sudah memaafkan Jose dari dulu, aku sudah maafkan itu. Seharusnya aku meminta maaf karena hari itu padamu Jose. Aku seperti tak menghargai keberadaanmu.
Moodku sangat tak baik malam itu, aku membuka whatsapp berharap muncul notif dari Arwan, harapanku tak sia-sia, ada notif dari Arwan. Namun saat itu aku benar-benar kacau. Mungkin Arwan merasa moodku sedang tidak baik saat itu. dia berusaha menghiburku, aku tak berbicara apa masalahku saat itu dengan Arwan.
Aku masih belum enak saja menceritakan masalahku itu, walau orangnya itu Arwan. Mungkin malam itu aku menjadi seorang yang menyebalkan, maaf jika aku melampiaskan kesedihanku padamu wan. Saat itu aku hanya berfikiran kaulah orang yang mampu membuat moodku kembali baik.
Bahkan sejak saat itu, seperti rasa percayaku memudar. Aku seperti merasa tak cukup dengan yang Arwan bilang. Waktu itu aku menanyakan suatu hal tentang perasaan.
-via whatsapp Arwan-
Adilla : kamu seneng gak sama aku?
Arwan : menurut kamu beberapa hari ini gimana?
Adiila : seneng aku nggak?
Arwan : kamu?
Adilla : aku sayang kamu
Arwan : aku lebih dari itu
Aku meragu, apa benar yang Arwan katakan saat itu. hari-hari berikutnya aku tetap menjadi orang yang menyebalkan, aku tak mau seperti itu, namun aku harus apa? Aku juga selalu seperti tidak mempercayai perasaan Arwan. Entah apa yang aku inginkan saat itu, aku ingin sebuah kepastian, aku sangat bimbang. Aku percaya padanya, namun terkadang aku menjadi sangat meragu.
Kedekatanku dengan Arwan sudah menyebar di sekolah, entah bagaimana mereka tahu tentang itu, aku tak peduli. Yang aku rasakan saat itu hanya rindu, rindu dan rindu. Setiap datang ke sekolah, aku selalu ingin segera bel pulang untuk mendengar suaranya ataupun melihat wajahnya.
Disetiap pagi pun, pertama kali yang terbayang hanya dia. Dan ingin cepat-cepat memastikan dia masih ada di bumi. Aku juga takut jika pagi tiba-tiba menghilangkan perasaannya untukku.
Terkadang di pagi hari, aku ataupun dia mengucapkan ucapan pagi.
-via whatsapp Arwan-
Arwan : pagi dilkenyotku😊
Adilla : pagi wanklutik 😊
Lalu setiap pagi aku selalu bergegas ke teras, hanya sekedar untuk melihatnya berangkat sekolah. Aku seperti mengacuhkan saat ia lewat depan rumahku, padahal saat itu jantungku selalu berdebar, aku merasakan keberadaannya. Aku ingin menyapanya, namun aku malu, karena ada ayahnya.
Pagiku selalu ceria jika aku bisa melihatnya, aku semangat berangkat ke sekolah, apalagi ia selalu menyemangatiku. hari-hariku pun terasa lebih berarti. Tak lupa dalam perjalanan aku bersenandung lagu-lagu cinta, jika senang aku memang selalu seperti itu, bersenandung dengan ria.
Ingat setiap malam berbalas pesan dengannya,
-via whatsapp Arwan-
Arwan : dil
Arwan : dilkenyotku
Adilla : ya wan
Arwan : lagi apa?
Adilla : banyak pr, gak disemangati nih?
Arwan : ohh selalu
Arwan : kamu sih muter-muter di fikiranku
...1 pesan belum dibaca...
Namun jangan tanya saat aku sedih, aku akan menyendiri, diam dan tidak makan. Aku akan menghabiskan waktu dengan tidur. Apalagi saat pms, aku menjadi sangat dangerous. Seperti semua orang salah, dan aku yang paling benar.
Dia juga ternyata pandai gombal, bahkan ia sendiri yang bilang padaku, bahwa ia pintar gombal. Katanya banyak yang baper sama gombalannya. Entah apapun kamu wan, sebelumnya aku sangat benci dengan cowok yang menggombal, karena bagiku mereka hanya menguntai kata yang sama untuk banyak cewek, tapi saat aku mengenalmu, aku tak lagi bisa berfikiran seperti itu.
Adilla : dasar tukang gombal
Arwan : aku sekarang gak gombal ke cewek lain, beneran
Adilla : masa._.
Arwan : aku gombalnya Cuma ke dilkenyotku
Hahaha, dia selalu bisa saja. Setiap berbalas pesan dengannya aku selalu tertawa, dia orangnya humoris. Pernah saat aku membaca gombalannya, kakak ku menegur karena aku yang tersenyum-senyum sendiri menatap layar handphone kemudian tertawa. Aku selalu merasa geli dengan gombalan-gombalan yang ia buat. Aku bukannya terbawa perasaan, malah tertawa cekikikan.
Ada-ada saja memang Arwan.
30 september 2017, pukul 20.54 WIB. Aku banyak berbalas pesan dengannya, sampai larut malam, saat itu katanya ia sedang di pos berdua dengan Fathur. Tempat pos itu tidak jauh dari rumahnya, bahkan disebelah rumahnya. Katanya malmingan sambil jaga kampung.
Dia sedang berdua dengan fathur, memainkan gitar miliknya katanya. Ia memintaku request lagu, aku tak tahu lagu apa yang ingin kuminta padanya, tapi ia terus memaksa. Aku membuatnya sebal, saat sebal ia lebih lucu. Dia memintaku untuk bernyanyi. Apalagi? Tenggorokanku saat itu sedang tak sehat.
Aku menolaknya, ia sebal. Hingga akhirnya ia mengirimkan pesan suara, saat kudengarkan ternyata itu alunan gitar. Aku semakin merasa nyaman, aku memang tipe orang yang sangat tentram jika mendengarkan melodi gitar.
Saat aku minta lagi, ternyata itu bukan genjrengan gitar dari Arwan, malah dari Fathur, dasar Arwan. Aku tertawa mengetahui kebenaran itu. katanya dia masih belum begitu menguasai gitar. Aku tunggu wan, aku ingin dengar genjrengan gitar dari dirimu sendiri.
Ia meminta aku bernyanyi, aku tetap enggan. Hingga membuatnya kehabisan akal dan akhirnya menelfonku. Kamu lucu wan, apalagi kalau lagi sebal. Aku mengalah dan bernyanyi lagu akad untuknya. Katanya suaraku bagus, kelihatan banget kalau bohong, padahal saat itu tenggorokanku sedang tak enak.
Lalu dia bilang dia mau nyanyi lagu untukku, ia beri judul surat cinta untuk Dilla. Kamu sangat manis wan, lucu. Aku mendengarkan dengan seksama saat ia bernyanyi dengan alunan gitar. Saat itu kita telfonan lama, hampir 1 jam, itu pun sudah pertengahan malam.
“gak tidur?” aku sedikit cemas,
“gak, malmingan”
“aku gak bisa bicara banyak, ada ibu, hehe”
Terdengar tawa dari sana, lalu ada samar-samar suara Arwan,“wah ada ibunya katanya, jadi gak bisa bicara banyak”
“wah, haduh gimana seh, haha” aku yakin itu suara Fathur.
“jangan gitu, gitu-gitu mertuaku” terdengar samar, bahkan seperti suara bisikan. Arwan kau benar-benar manis.
Aku tersenyum mendengar itu. perlakuannya benar-benar manis, apalagi saat itu ia memasang fotoku dan dia sebagai foto profilnya. Aku merasa jadi wanita yang beruntung bisa bersamanya.
Malam pergantian bulan bersama Arwan. Sudah pukul 00.00 WIB, tanggal 1 oktober 2017. Tak ada suara apapun, aku dan dia saling diam, kurasa dia sudah ada di rumahnya. Kufikir sambungan telfon sudah berakhir, ternyata masih tersambung. Apa Arwan menungguku berbicara? Atau dia sudah terlelap?
Adilla : dimana?
Arwan : di rumah
Dia mungkin lelah. Aku disuruh mematikan telfonnya lebih dulu. Satu yang selalu kuingat-ingat jika akan tidur. Saat ia mengatakan “ayo tidur bareng...” hening, “maksudku waktunya bersamaan, kamu tidur di kamarmu, aku tidur di kamarku, tapi waktunya bersamaan”
“ooh, oke”
“yaudah sweet dream nyot”
-via whatsapp Arwan-
Adilla : wan
Arwan : arwannya sudah tidur
Adilla :loh ini siapa?
Arwan : ayahnya
Adilla : oh iya om
Arwan : haha ya nggak lah :v ada-ada aja
Adilla :hmmm
Arwan : yaudah tidur nyot
...1 pesan belum dibaca...
Aku terkejut saat Arwan menjawab “ayahnya”, dasar Arwan, aku gak bisa bayangin jika yang membalas chat iku itu beneran ayah Arwan. Tapi dia sudah sukses membuatku merasa gemetar lalu tertawa.
Percayalah wan, setiap kali aku akan tidur, aku selalu mengucapkan selamat malam untukmu, apa kau pernah merasakannya? Bahkan itu sudah jadi kebiasaanku sampai sekarang, aku masih mengucapkan itu, walau kau mungkin tak akan peduli.
Komentar
Posting Komentar