PANTAI TELUK ASMARA

PANTAI TELUK ASMARA
 16 september 2017, malam itu. pojerteu prepare untuk ke pantai besoknya. Semua anggota yang mengikuti kumpul di rumah kak Sasa. Rencananya akan ke pantai ngliyep. Aku ingin ikut, aku juga sudah izin pada keluargaku, namun jawabannya tidak, sudah kucoba berkali-kali, tetap saja ayah bersikeras melarangku.
-via whatsapp Arwan-
Arwan : dil, gak ikut rapat?
Adilla : aku kayaknya gabisa ikut wan
Arwan : loh kok gitu? Php i๐Ÿ˜‘
Adilla : kok bisa php_-
Arwan : ayo rapat
Adilla : tapi aku kan gak ikut, lah ngapain aku ikut rapat
Arwan : yaudah kalo gak ikut, aku bawain pasirnya nanti
Adilla : bawain hiu aja
Arwan : ๐ŸŸ๐ŸŸ๐ŸŸ
Adilla : ๐Ÿ˜ญ๐Ÿ˜ญ๐Ÿ˜ญ
Arwan : masa rapat aja gaboleh?
Arwan :kenapa gak boleh ikut?
Adilla : kata ayah khawatir gada anak besarnya, gada yang jagain
Arwan : lah mas Roby, mas-mas itu masa gak besar?
Arwan : bilang ke ortumu kan ada aku, aku jagain☺
Adilla : tau itu๐Ÿ˜•๐Ÿ˜ž
Arwan : yaudah sekarang ikut rapat aja, aku jemput
 Kamu tau wan, saat itu aku menangis, aku sangat ingin ikut. Tapi tangisku terhenti saat kamu bilang “kan ada aku, aku jagain” tangisku mereda, seperti tak ada alasan lagi untukku menangis. Aku segera mencuci muka dan mengganti pakaian.
Adilla : wan aku rapat, jemput
Arwan : kerumahmu? Gak berani kalau sendiri, aku beraninya ajak ayah
Adilla : haha:v
Arwan : aku tadi udah di depan, keluar o tapi
Adilla : iya
Adilla : wan kok lama?
 Aku di depan teras rumah, melihat kearah kiri. Tiba-tiba sosok pria berdiri di bawah cahaya lampu jalanan dengan melambaikan kedua tangan diatas kepala yang ditujukan untukku. Aku tersenyum dan segera menuju ke arahnya. Jantung itu kembali berdegup, aku berjalan disampingnya.
Sekarang aku dan dia yang disambut kakak-kakak pojerteu.
 “ohh, oalah jadi ini tadi Arwan jemput Dilla dulu gitu di rumahnya? Hahaha” semua pun tertawa, entah kenapa semua seperti senang menggoda aku dan Arwan. Aku tak tahu siapa yang mengatakan itu, karena aku tak terlalu fokus pada itu. fokusku hanya pada Arwan.
 Aku membayar uang rekreasi pada kak Meilani, “loh Dilla jadi ikut nih? Asik, Arwannya kan gajadi sendirian, hahaha.”
Aku tertawa.
“jadi boleh sama orang tua?” bisik mas Baggas.
“sama ibu udah dibolehin, tapi ayah masih gak tahu, katanya ibu bakal bujuk ayah mas”
Mas Baggas mengangguk.
 Aku ingat malam itu, sebelum pulang ke rumah, mas Baggas menyuruh aku dan Arwan duduk di kursi.
“gimana wan?”
Arwan diam.
“gimana ini loh Dilla masa didiemin kayak gini? Gimana dil?” menoleh kearahku
“dia udah deket sama anak sekolahnya mas” jawabku yakin
“siapa? Nggak i, itu udah masa lalu,” Arwan mulai berkutik.
 Aku membuang napas kasar, melengos tak mau melihat Arwan. Mas baggas menekuk kedua tangannya didepan dada.
“wah gimana e wan? Wah lah Arwannya udah ada yang punya”
 Aku melirik Arwan yang ada disampingku, saat itu sebenarnya aku ingin tau apakah dia masih menyukai seseorang itu, aku ingin dengar dari mulutnya. Aku sebenarnya ingin sebuah kepastian.
“enggak mas” ia membela diri
“yaudah, besok di pantai, kamu bilang ke dilla!” seraya tersenyum.
“besok kita bantuin nyiapin tempat buat nembak dillanya wan, wkwkwk” timpal kak Tata.
 Selesai itu Arwan disuruh pulang oleh ayahnya, setelah ia pulang, aku juga izin pulang pada kakak-kakak pojerteu. Sampai di rumah aku meminta pada ibu untuk mengijinkan ku pada ayah. Aku bahkan menangis dihadapan ayah, tapi tak bisa meluluhkan ayah.
 Padahal sudah pukul 11 malam lebih, tapi aku masih saja mengangis meronta meminta pada ayah, entah malam itu aku sangat emosional, menangis memohon agar bisa ikut.
“baiklah, suruh ketuanya dan yang bertanggung jawab kesini, biar mereka bilang ke ayah!” seru ayah dengan nada tinggi.
 Aku segera mengirim pesan pada mas Baggas selaku ketua dan mas Robby selaku penanggung jawab acara rekreasi karang taruna, untuk pergi ke rumahku.
 Aku dikamar menangis terisak, tak bisa kuhentikan tangisan itu, sampai akhirnya ada suara salam, sepertinya itu mas Baggas dan mas Robby. Terdengar dari kamarku, aku menghentikan tangisku dan isakan itu.
“jadi bener ada rekreasi?”
“iya om, jadi gini, karang taruna mengadakan rekreasi tujuannya ke pantai ngliyep om. Mohon ijinnya dilla untuk ikut, boleh om? Karena kan kasian yang lainnya sudah ikut, dillanya nggak”
“jadi siapa yang bertanggung jawab untuk keselamatan?”
“ya saling jaga satu sama lain om, saya sama anak yang besar-besar bakal bertanggung jawab untuk keselamatan om, tapi juga saya sudah bilang pada semua untuk menjaga diri dan saling menjaga,”
“oke kalau gitu, itu dilla nangis-nangis minta ikut, pokoknya saling jaga satu sama lain, dan kalian sebagai penanggung jawab saya titip anak saya,” terdengar suara ayah sudah melembut.
“iya om...yaudah om, saya pulang dulu”
“oke, saya titip anak saya besok.”
 Dalam kamar aku menyandarkan punggung ke tembok, akhirnya boleh. Ibu langsung ke kamar, tersenyum dan membantuku menyiapkan pakaian untuk besok, padahal malam itu sudah pukul 12 tepat.
 Selesai menyiapkan, aku membersihkan muka, tetap saja wajahku masih sendu dan mataku bengkak. Pukul 01.27 aku tertidur, lelah.
“dilla, nak, bangun!” alarm terbaik sudah berbunyi, aku bergegas mandi, kulihat bayangan diriku di kaca, yah mata panda. Aku mengambil jacket bulu dan berangkat kumpul di pos. Ibu meminta untuk mengantarku sampai pos.
 Berpapasan dengan mas Daem, “jaga dilla ya, titip” ibu tersenyum.
“ohh, inggih bulik” jawabnya dengan sopan.
 Pergi ke pantai ngliyep diubah ke pantai teluk asmara, karena pada saat itu katanya ada kepercayaan apa, aku tak tahu itu. katanya pada saat itu menjadi saat pencucian jimat ataupun keris di pantai ngliyep. Aku tak tahu menahu tentang hal seperti itu.
 Dalam bis aku duduk bersama kak Wulan, dan ternyata di belakangku duduk Arwan dengan saudaranya. Aku ingin berbicara banyak hal dengannya, namun aku memutuskan berbicara dengan kak Wulan. Aku menoleh ke belakang, memberi senyuman padanya, saat itu dia menatap dan tersenyum padaku.
 Senang rasanya. Hingga aku ingin mengulangnya kembali.
 Pukul 08.42 sampai di pantai teluk asmara. Kegiatan dibuka dengan makan dahulu, setelah itu boleh bebas bermain di bibir pantai. Setelah makan, aku bersama kak Wulan menikmati angin pantai, duduk di pohon mangrove.
Saat itu aku memperhatikan Arwan, ia terlihat senang, ia berenang di tepi pantai dan berlari-lari. Benar kata orang, melihat orang yang kita sayangi bahagia, akan membuat kita lebih bahagia. Ya, aku sayang Arwan.
“Dill, ayo foto?!” kak Abid berdiri di bibir pantai, aku mengangguk dan memosisikan diriku di samping kiri-nya,
“gini-gini loh, kamu ngadep o ke aku,” mengarahkanku menghadap padanya, lalu ia mengarahkan jari telunjuk ke hidungku, aku tersenyum dengan perlakuan itu, andai yang di depanku saat itu Arwan.
 “wan ayo foto, hehe” ajakku sedikit canggung, ia mendekat padaku.
Kak Abid memperhatikanku dan Arwan, “wah lah kalo foto kayak canggung gitu, kayak aku tadi loh wan!”
 “apaan sih kak Abid, dia ya dia, Arwan ya Arwan. Lagian gak peduli mau canggung atau apa, yang penting aku punya foto dengannya,” batinku.
 Aku temukan sisi perhatian pada Arwan, saat memberikan tangan untuk membantuku melewati karang.
Di sana, aku menikmati suasananya, hanya senang yang aku rasakan di hari itu. bersama Arwan, semakin membuatku nyaman, hingga rasanya aku tak pernah membayangkan pergi jauh darinya.
 Saat itu juga aku duduk disampingnya lalu bernyanyi lagu akad versi hanin dhiya. Aku puas hari itu. hari yang sangat indah, tak akan terlupa.
 Sudah sore, semua anggota membersihkan diri, aku membeli pop mie bersama kak Wulan, sementara Arwan dan yang lainnya sedang di toilet. Setelah pop mie ku habis, dia baru saja selesai, ternyata bukan hanya perempuan yang lama dalam hal seperti itu, pria pun ternyata juga sangat memedulikan penampilannya.
Aku memperhatikan Arwan, ia mengganti bajunya dengan hem tetap berwarna biru, dan jelana jeans. Tampak cool. Saat sibuk mencoba-coba kaca mata, mas Baggas memanggil Arwan, menyuruh berdiri disampingku.
Kemudian menyuapkan satu sendok mie pada Arwan lalu aku, “lah, kalian saling menyuapi, tapi tak wakili, hahaha.” Semua menyaksikan dan tertawa. Saat itu hp ku dibawa mas Lucky, dia memotretku dengan Arwan.
 Lagi-lagi, semua berantusias jika aku dengan Arwan, ada yang menyuruhku foto ditengah pohon mangrove tepi pantai. Ada yang menyuruh berpose membentuk jari love, dan anehnya saat itu aku dan Arwan menuruti. Bagaimanapun saat itu aku senang berada didekatnya.

        17 september 2017 / 15.57 WIB

 Foto itu, foto paling bagus diantara banyak foto dalam galery ku. Difotokan oleh mas Lucky. Makasih mas Lucky, bahkan foto itu tidak murni dari aku dan Arwan. Kami seperti itu karena disuruh kakak-kakak pojerteu, namun ada keuntungan tersendiri untukku, dan mungkin juga untukmu wan.
 Kau ingat? Saat kau menggenggam tanganku? Saat itu yang kurasakan sebuah ketenangan, saat itu tanganmu sedikit gemetar dan dingin, apa yang kau rasakan wan?
 Lalu foto selanjutnya, saat kau merangkulkan tanganmu pada bahuku, kurasa aku sungguh jadi milikmu dan kau jadi milikku. Wanklutikku.
 Lucu jika kuingat-ingat lagi saat itu, sampai dirumahpun jantungku masih berdebar, kupu-kupu bersarang dalam perutku, pipiku hangat.
 “gimana, lebih romantis-an foto sama aku tadi kan, haha” kak Abid berjalan di sampingku, seraya tertawa.
“iya sih,” balasku dengan tertawa, padahal aku sama sekali tak peduli, aku sedang merasakan berdegubnya jantung saat tanganku digenggam Arwan.
 Dalam undakan menuju bis, Arwan berjalan cepat, lagi-lagi kak Abid menyampingiku, “mau aku gendong?”
 “haha, boleh juga” tertawa garing, kak Abid tertawa.
“mana yang katanya bakal jagain kamu? Malah jalan duluan, kamu-nya ditinggal?”
“kan ada kak Abid,” seraya meringis,
“ya iyalah, bahkan aku lebih baik njagainnya dari pada dia,” menaikkan dagunya.
Aku tersenyum kecut, “bahkan kakak gak lebih baik untuk aku cintai dari pada Arwan” batinku sambil meliriknya malas.
 Saat perjalanan pulang, ditemani senja, dalam bis. Arwan memberikanku sweaternya, saat itu dingin, aku menjadikan sweater Arwan sebagai selimut tubuhku. Aku gak nyangka perlakuan Arwan ternyata manis, romantisnya pun tak kalah dari tokoh beberapa novel yang kubaca.
 Maaf wan, dingin saat itu membuatku memakai sweatermu, maaf saat itu aku terlalu hanyut dalam hangatnya sweatermu, hingga tak mengerti jika kau sedang kedinginan. Maafkan aku.
 Bis melaju cepat, sampai di jalan nakula, setelah aku keluar dari bis, aku kembalikan sweater miliknya, dan tak lupa kuucapkan terima kasih. Hari itu tak akan aku lupa.
-via whatsapp Arwan-
Arwan : membalas status anda
             Langsung dibuat status๐Ÿ˜Š
Adilla : :v:v:v
Arwan : langsung dihapus tapi
Adilla : apa?
Arwan : gak papa, minta foto tadi, jangan pelit
Adilla : ...message image...
Arwan : kok Cuma itu, yang tadi mana
Adilla : yang mana
Arwan : yang itu tadi, bareng-bareng. Lohkan pelit_-
Adilla :haha :v udah itu aja
Adilla : arwan udah punya paketan?
Arwan : kenapa
Adilla : Cuma tanya
Arwan :apa
Adilla : arwan sudah punya paketan
Arwan : sudah cikgu :v
Adilla : haha:v
Adilla : wan, wanklutik
Arwan : wanklutik ๐Ÿ˜‚ :v tau dari alip a?
Adilla : enggak, enak aja manggil gitu :v
Arwan : dil, dilkenyotku
Adilla : kenyot :v
              kenapa Arwan panggil aku
              kenyot?
Arwan : kenapa dilla panggil aku klutik
Adilla : karena itu panggilan kesayangan๐Ÿ˜Š :)
...2 pesan belum dibaca...
 Aku memanggil Arwan dengan panggilan wanklutik, dia malah ikut-ikutan menciptakan panggilan untukku, malah lebih aneh, dia memanggilku dilkenyot. Aku dan dia sebenarnya tak tahu arti dari itu semua, namun itu semua tak lebih dari sekedar panggilan kesayanganku untuknya, entah dia, aku tak tahu.
 Aku suka semua bentuk macam panggilan dari Arwan untukku, aku selalu senang tentang apapun mengenainya. Tak apa jika dia memanggilku dengan sebutan apapun, toh tak akan berpengaruh pada perasaanku. Perasaanku akan tetap seperti itu.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

TANPANYA

PUISI-PUISI YANG TAK SEMPAT TERSAMPAIKAN

USIA DI 15 TAHUN