USIA DI 15 TAHUN 2
USIA DI 15 TAHUN 2
Kak Danny, dia yang pertama dari semua orang, jauh sebelum hari itu kak Danny sudah mengucapkan dan dia memang orang pertama, orang yang pertama memberiku cinta. lagian tak peduli siapa yang pertama, aku sudah merasa senang saja dengan ucapan Arwan.
“selamat ulangtahun Dillacuuu!” teriak Sari memekakkan telingaku, dasar memang, pagi-pagi sudah membuat keributan.
Aku tersenyum sumringah melihat sahabat ku itu sangat antusias. “ciee...tambah tua aja!” menyenggol bahu, aku tertawa.
Tiba-tiba ia menodongkan sebatang coklat di depanku, “makasih Saricuuu!” meraih sebatang coklat itu, dia tertawa, entah kenapa aku merasa aneh pada sikapnya.
“GR deh hih...aku gak sampek melow-melow gitu banget deh dil, itu coklat bukan dari aku, wkwkwk” memegang pundakku sambil tertawa.
Aku bingung, jika bukan dari Sari, lalu dari siapa?
“Hhh, itu dari Aga!” dengan sisa tawanya.
Aku menaikkan alis heran, "Aga anak kelas kamu? Cowok Kutub Selatan itu?”
Aku tak tahu siapa Aga, tapi terkadang aku mendengar ada yang menyebut-nyebut namanya.
“siapa lagi, aku juga heran dia tadi pagi-pagi dateng langsung ngasih coklat itu dan dia bilang buat kamu, kayaknya dia mulai tertarik sama kamu,”
Aku tak acuh, membuka bungkus coklat dan menggigitnya, tak peduli siapa Aga itu, aku tak begitu kenal dengannya, tapi aku harus menemuinya, hanya untuk berterima kasih, lagian dia anaknya terkenal sangat dingin, cuek.
Aku lupa saat itu hari senin dan pastinya ada upacara, aku tak membawa topi, siap-siap kena hukum, tapi saat guru tatib menghampiriku dan menyuruhku maju ke depan lapangan, ada seorang laki-laki memberikan topinya padaku, “ini topi kamu dil, sebenarnya saya pak yang tidak membawa topi” saat itu ia menunduk, aku tak bisa leluasa melihatnya.
Aku ingin mengatakan sejujurnya, tapi guru tatib sudah menyeretnya ke depan. Aku tak tahu dia siapa, tapi siapapun itu, terima kasih dan maaf.
Istirahat pertama, aku menatap topi itu lamat-lamat, melihat apa ada nama pemilik topi itu. Nihil, aku bingung harus mengembalikan topi itu pada siapa. Aku ingat satu hal, aku harus menemui Aga, aku beranjak dan menaruh topi itu di atas meja.
“Sari, ada Aga gak?”
“di dalem kayaknya, ke kantin yuk, kamu kan ulang tahun, PU(pajak ulang tahun) nya dong...” menaik turunkan alis,
“tunjukin dulu, Aga itu yang mana,” mencari celah untuk melihat dalam ruang kelas,
“gampang ah, traktiran dulu!?”
Aku menatap Sari, kasian saat itu dia seperti belum makan 3 hari tiga malam, “yaudah ayo”
“ada apa sih cari Aga?” setelah menelan somay-nya, Aku menghentikan gerakan sendok dan garpu yang memotong somay,”Cuma mau bilang makasih, itu aja,”
“bener?”
Aku mengangguk, “eh ya, tadi aku gak bawa topi, tapi tiba-tiba ada cowok yang ngaku-ngaku kalo topi yang dia pake itu punyaku, trus akhirnya dia yang diseret guru tatib, sayangnya aku gak tau siapa cowok itu,” melahap satu sendok somay.
“Hhh, segitu dinginnya Aga sampe-sampe seorang Dilla gak tahu yang mana Aga, dia itu Aga dil, yang maju kedepan tadi kan? Itu Aga, Tyaga Brilian! Hahaha”
Aku melongo, aku gak tahu hal apa yang pernah aku lakukan ke dia, sampai-sampai dia melakukan beberapa hal untukku. Aku benar-benar ingin menemuinya.
“nanti pulang sekolah aku pengen ketemu dia”
“iya”
Setelah kembali ke kelas, aku menuju mejaku yang berantakan, entah telah terjadi tragedi apa sampai-sampai bangkuku tak terlihat bentuknya. Aku merapikan buku yang berserakan dan memasukkannya pada loker, tapi ada yang mengganjal.
Setangkai bunga mawar merah,”Faisal” aku menyebut satu nama itu, aku tahu, karena siapa lagi yang akan memberiku setangkai bunga mawar seperti itu selain dia.
Beberapa jam tak terasa, bel pulang sudah berbunyi, membuat seantero ruangan berisik. Saat aku memasukkan buku-buku ke dalam tas, Ubay menghampiriku dan mendekatkan wajahnya padaku, “apa!” aku risih,
“ulang tahun? Selamat ya,” memberikan tangan kanannya, aku hanya diam menatapnya tak acuh,
“iya” jawabku dingin dan bangkit.
“Dil! Aku pingin balikan,”
Aku tak ingin mendengar hal itu, aku benci hal itu, dengan tak sedikitpun menolehnya dan langsung saja pergi dari situ mungkin lebih baik. Aku ingin mengatakan dengan lantang padanya, bahwa aku tidak lagi menyukainya, aku menyukai Arwan, wanklutikku, hanya itu, tak ada tolerasi. Apalagi mengingat kejadian waktu di rampal dulu, saat aku dibiarkan sendiri seperti orang hilang.
“Aga ya?”berusaha melihat paras orang yang kuajak bicara itu,
Dia hanya mengangguk dan seperti ingin segera pergi, jauh dariku.
“ini topi kamu?”
Dia menatapku dingin, wajahnya datar, tatapannya seperti tak bernyawa, benar kata mereka, Aga manusia kutub. Aku berusaha memberinya senyuman, setidaknya baik jika dia juga membalas senyumku, tapi ia tetap dingin, datar dan meninggalkanku.
“makasih!” aku sampai lupa mengucapkan bagian terpentingnya, mendengar teriakanku, ia menoleh dan kembali berpaling. Aneh.
“halo dilla!”
“hmm?”
“udah kan tadi ketemu dia?”
“dingin banget Sar,”
“eh bentar aku pindah ke teras dulu”
“halooo”
“iya-iya, kok bisa dingin? Padahal tuh ya, waktu aku bilangin kamu pengen ketemu dia, dia kayak sumringah gitu kok,”
“masa? Aku penasaran sama Aga”
“iya, btw gimana Klutik-klutik mu itu?
“tadi ngucapin kok, udah gak aneh lagi”
“yaudah, aku mandi dulu ya, badanku kecut tau”
“jijik banget tau!”
“mau bau nih? Hahaha”
Aku mematikan telfon, tak sopan memang, tapi sudah biasa seperti itu dengannya.
Sebelumnya aku memang sempat merasakan ada yang berbeda dari sikap Arwan, tapi untuk hari itu, aku menghilangkan fikiran burukku padanya. Saat aku sedang asik berbalas pesan dengan Arwan, ada pesan dari nomor tak dikenal.
-via whatsapp 087XXXX-
087XXXX : Assalamualaikum Dilla, save Tyaga
Adilla : siyap☺
Aga : sudah?
Adilla : udah kok udah:v
Aga : alhamdulillah
Adilla : eh ya lupa, waalaikumsallam:v
Aga : haha
...2 pesan belum dibaca...
Heran, Aga dapat nomorku dari siapa coba, dia sangat aneh. Saat di sekolah ia sangat dingin, tapi saat berbalas pesan denganku dia hangat. Dan bahkan aku menanyakan teman-temannya, dia anak gamers dan saat chat ataupun di sekolah sama saja, dingin. Kenapa saat denganku ia menjadi seseorang yang berbeda.
Ulang tahunku saat itu sama seperti tahun-tahun lalu, makan-makan dengan keluarga, namun saat itu ada yang berbeda, saat itu aku lebih bahagia dengan adanya Arwan, wanklutikku.
30 Oktober 2017, sebangun dari lelapku, melihat handphone dan muncul beberapa notif pesan. Aku berharap itu dari Arwan, dan ya itu benar ucapan ultah darinya, aku sedikit merasa menyayangkan hal itu, faktanya walaupun Arwan mengucapkan tepat pada jam 00.00, tetap saja bukan dia orang yang pertama mengucapkannya.
Kak Danny, dia yang pertama dari semua orang, jauh sebelum hari itu kak Danny sudah mengucapkan dan dia memang orang pertama, orang yang pertama memberiku cinta. lagian tak peduli siapa yang pertama, aku sudah merasa senang saja dengan ucapan Arwan.
“selamat ulangtahun Dillacuuu!” teriak Sari memekakkan telingaku, dasar memang, pagi-pagi sudah membuat keributan.
Aku tersenyum sumringah melihat sahabat ku itu sangat antusias. “ciee...tambah tua aja!” menyenggol bahu, aku tertawa.
Tiba-tiba ia menodongkan sebatang coklat di depanku, “makasih Saricuuu!” meraih sebatang coklat itu, dia tertawa, entah kenapa aku merasa aneh pada sikapnya.
“GR deh hih...aku gak sampek melow-melow gitu banget deh dil, itu coklat bukan dari aku, wkwkwk” memegang pundakku sambil tertawa.
Aku bingung, jika bukan dari Sari, lalu dari siapa?
“Hhh, itu dari Aga!” dengan sisa tawanya.
Aku menaikkan alis heran, "Aga anak kelas kamu? Cowok Kutub Selatan itu?”
Aku tak tahu siapa Aga, tapi terkadang aku mendengar ada yang menyebut-nyebut namanya.
“siapa lagi, aku juga heran dia tadi pagi-pagi dateng langsung ngasih coklat itu dan dia bilang buat kamu, kayaknya dia mulai tertarik sama kamu,”
Aku tak acuh, membuka bungkus coklat dan menggigitnya, tak peduli siapa Aga itu, aku tak begitu kenal dengannya, tapi aku harus menemuinya, hanya untuk berterima kasih, lagian dia anaknya terkenal sangat dingin, cuek.
Aku lupa saat itu hari senin dan pastinya ada upacara, aku tak membawa topi, siap-siap kena hukum, tapi saat guru tatib menghampiriku dan menyuruhku maju ke depan lapangan, ada seorang laki-laki memberikan topinya padaku, “ini topi kamu dil, sebenarnya saya pak yang tidak membawa topi” saat itu ia menunduk, aku tak bisa leluasa melihatnya.
Aku ingin mengatakan sejujurnya, tapi guru tatib sudah menyeretnya ke depan. Aku tak tahu dia siapa, tapi siapapun itu, terima kasih dan maaf.
Istirahat pertama, aku menatap topi itu lamat-lamat, melihat apa ada nama pemilik topi itu. Nihil, aku bingung harus mengembalikan topi itu pada siapa. Aku ingat satu hal, aku harus menemui Aga, aku beranjak dan menaruh topi itu di atas meja.
“Sari, ada Aga gak?”
“di dalem kayaknya, ke kantin yuk, kamu kan ulang tahun, PU(pajak ulang tahun) nya dong...” menaik turunkan alis,
“tunjukin dulu, Aga itu yang mana,” mencari celah untuk melihat dalam ruang kelas,
“gampang ah, traktiran dulu!?”
Aku menatap Sari, kasian saat itu dia seperti belum makan 3 hari tiga malam, “yaudah ayo”
“ada apa sih cari Aga?” setelah menelan somay-nya, Aku menghentikan gerakan sendok dan garpu yang memotong somay,”Cuma mau bilang makasih, itu aja,”
“bener?”
Aku mengangguk, “eh ya, tadi aku gak bawa topi, tapi tiba-tiba ada cowok yang ngaku-ngaku kalo topi yang dia pake itu punyaku, trus akhirnya dia yang diseret guru tatib, sayangnya aku gak tau siapa cowok itu,” melahap satu sendok somay.
“Hhh, segitu dinginnya Aga sampe-sampe seorang Dilla gak tahu yang mana Aga, dia itu Aga dil, yang maju kedepan tadi kan? Itu Aga, Tyaga Brilian! Hahaha”
Aku melongo, aku gak tahu hal apa yang pernah aku lakukan ke dia, sampai-sampai dia melakukan beberapa hal untukku. Aku benar-benar ingin menemuinya.
“nanti pulang sekolah aku pengen ketemu dia”
“iya”
Setelah kembali ke kelas, aku menuju mejaku yang berantakan, entah telah terjadi tragedi apa sampai-sampai bangkuku tak terlihat bentuknya. Aku merapikan buku yang berserakan dan memasukkannya pada loker, tapi ada yang mengganjal.
Setangkai bunga mawar merah,”Faisal” aku menyebut satu nama itu, aku tahu, karena siapa lagi yang akan memberiku setangkai bunga mawar seperti itu selain dia.
Beberapa jam tak terasa, bel pulang sudah berbunyi, membuat seantero ruangan berisik. Saat aku memasukkan buku-buku ke dalam tas, Ubay menghampiriku dan mendekatkan wajahnya padaku, “apa!” aku risih,
“ulang tahun? Selamat ya,” memberikan tangan kanannya, aku hanya diam menatapnya tak acuh,
“iya” jawabku dingin dan bangkit.
“Dil! Aku pingin balikan,”
Aku tak ingin mendengar hal itu, aku benci hal itu, dengan tak sedikitpun menolehnya dan langsung saja pergi dari situ mungkin lebih baik. Aku ingin mengatakan dengan lantang padanya, bahwa aku tidak lagi menyukainya, aku menyukai Arwan, wanklutikku, hanya itu, tak ada tolerasi. Apalagi mengingat kejadian waktu di rampal dulu, saat aku dibiarkan sendiri seperti orang hilang.
“Aga ya?”berusaha melihat paras orang yang kuajak bicara itu,
Dia hanya mengangguk dan seperti ingin segera pergi, jauh dariku.
“ini topi kamu?”
Dia menatapku dingin, wajahnya datar, tatapannya seperti tak bernyawa, benar kata mereka, Aga manusia kutub. Aku berusaha memberinya senyuman, setidaknya baik jika dia juga membalas senyumku, tapi ia tetap dingin, datar dan meninggalkanku.
“makasih!” aku sampai lupa mengucapkan bagian terpentingnya, mendengar teriakanku, ia menoleh dan kembali berpaling. Aneh.
“halo dilla!”
“hmm?”
“udah kan tadi ketemu dia?”
“dingin banget Sar,”
“eh bentar aku pindah ke teras dulu”
“halooo”
“iya-iya, kok bisa dingin? Padahal tuh ya, waktu aku bilangin kamu pengen ketemu dia, dia kayak sumringah gitu kok,”
“masa? Aku penasaran sama Aga”
“iya, btw gimana Klutik-klutik mu itu?
“tadi ngucapin kok, udah gak aneh lagi”
“yaudah, aku mandi dulu ya, badanku kecut tau”
“jijik banget tau!”
“mau bau nih? Hahaha”
Aku mematikan telfon, tak sopan memang, tapi sudah biasa seperti itu dengannya.
Sebelumnya aku memang sempat merasakan ada yang berbeda dari sikap Arwan, tapi untuk hari itu, aku menghilangkan fikiran burukku padanya. Saat aku sedang asik berbalas pesan dengan Arwan, ada pesan dari nomor tak dikenal.
-via whatsapp 087XXXX-
087XXXX : Assalamualaikum Dilla, save Tyaga
Adilla : siyap☺
Aga : sudah?
Adilla : udah kok udah:v
Aga : alhamdulillah
Adilla : eh ya lupa, waalaikumsallam:v
Aga : haha
...2 pesan belum dibaca...
Heran, Aga dapat nomorku dari siapa coba, dia sangat aneh. Saat di sekolah ia sangat dingin, tapi saat berbalas pesan denganku dia hangat. Dan bahkan aku menanyakan teman-temannya, dia anak gamers dan saat chat ataupun di sekolah sama saja, dingin. Kenapa saat denganku ia menjadi seseorang yang berbeda.
Ulang tahunku saat itu sama seperti tahun-tahun lalu, makan-makan dengan keluarga, namun saat itu ada yang berbeda, saat itu aku lebih bahagia dengan adanya Arwan, wanklutikku.
Komentar
Posting Komentar